Peran Sastra Dalam Revolusi
Sastra dan Revolusi
Sastra sering diartikan sebagai karya cipta, ungkapan rasa dan karsa manusia yang tuangkan dalam tulisan maupun lisan. Sastra juga menjadi cerminan realitas sosial masyarakat yang diolah penulis dalam imajinasi hingga menjadi sebuah karya sastra. Peran sastra dalam kehidupan dan perkembangan manusia sangatlah kompleks. Salah satunya, sastra berperan dalam mendorong pergerakan perubahan masyarakat. Singkatnya, sastra berperan dalam terjadinya revolusi.
Revolusi, yaitu perubahan sosial kemasyarakatan yang terjadi secara mendasar dan menyeluruh yang dilakukan dalam waktu yang singkat. Revolusi bukanlah fenomena yang terjadi secara alamiah/natural, melainkan digerakkan oleh situasi ketertindasan kaum lemah dan termarjinalkan. Lenin pernah mengatakan " Tidak ada revolusi tanpa kader-kader yang revolusioner".
baca juga: Inilah Kumpulan Puisi Sitor Situmorang
Apa Peran Sastra Dalam Revolusi?
Peran Sastra Dalam Revolusi |
Sastra dan revolusi adalah dua kata yang saling kait meng-kait. Revolusi yang terjadi di berbagai belahan dunia menjadi bukti bahwa sastra sangat berperan dalam mendorong terjadinya revolusi.
Revolusi Perancis 1879, yang merupakan titik balik terbesar sejarah Perancis juga tidak lepas dari peran sastra. Revolusi perancis terjadi sebagai perlawanan terhadap kekuasaan raja yang absolut. Saat itu, dalam sistem pemerintahan tidak ada undang-undang yang mengatur tentang batas-batas para penguasa (raja), karena raja dianggap sebagai keturunan Tuhan, sehingga apapun keputusannya dianggap benar.
Atas situasi kesenjangan sosial tersebut, mendorong para sastrawan dan filsuf seperti Montesquieu dan Voltaire untuk merefleksikannya dan 'menuangkan' dalam karya sastra. Karya sastra ini dapat berupa teater, essai, novel dan poster-poster yang dipasang di tempat-tempat umum. Akibatnya, dari ekspresi sastra tersebut timbullah kesadaran masyarakat akan situasi ketertindasan yang tengah mereka alami. Kesadaran akan situasi ketertindasan akan mendorong terjadinya sebuah revolusi, apalagi ketika penguasa tidak mampu memahami isi hati rakyat.
baca juga: Kumpulan Puisi Wiji Thukul
Sastra dan Revolusi Indonesia
revolusi |
Revolusi Nasional Indonesia adalah sebuah konflik bersenjata dan pertentangan diploasi antara Republik Indonesia yang baru lahir melawan Belanda. Selama kurang lebih 4 tahun, ditandai dengan beberapa peristiwa berdarah yang terjadi secara sporadis. Hal ini menunjukkan keberanian bangsa Indonesia untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Lantas, kita mungkin bertanya apa hubungannya dengan sastra?
Keberanian bangsa Indonesia untuk menolak penjajahan bukan muncul secara alamiah. Tapi keberanian rakyat Indonesia dikarenakan oleh refleksi dan evaluasi realitas sosial yang dilakukan oleh para pejuang bangsa. Dari hasil refleksi dan evaluasi tersebut, lahirlah karya-karya sastra yang pada akhirnya sama seperti Perancis, melahirkan kesadaran bangsa Indonesia akan situasi ketertindasan. Kemudian, kesadaran itu akan melahirkan revolusi.
Berbicara sastra Indonesia, secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan yaitu:
- Angkatan Pujangga Lama
- Angkatan Sastra Melayu Lama
- Angkatan Balai Pustaka
- Angkatan Pujangga Baru
- Angkatan 1945
- Angkatan 1950-1960-an
- Angkatan 1966-1970-an
- Angkatan 1980-1990-an
- Angkatan Reformasi
- Angkatan 2000-an.
Tokoh-tokoh sastra berikut dengan karya-karya mereka dari berbagai angkatan tersebut telah berkontribusi dalam memajukan sosial-ekonomi-politik-budaya.
Dari berbagai karya sastra yang dilahirkan berdasarkan refleksi dan evaluasi analisis realitas sosial akan melahirkan khasanah baru dalam membawa perubahan sosial kemasyarakatan.
Namun, tidak jarang kita melihat ketika para sastrawan menuangkan realitas sosial dalam sebuah karya sastra akan membuat para penguasa tidak suka dan merasa terancam akan status kekuasaan yang sedang dipegangnya. Akibatnya, para sastrawan mendapat tekanan dan pengasingan oleh pemerintah.
Pramoedya Ananta Toer, Muchtar Lubis, WS Rendra, Sitor Situmorang, Wiji Thukul dan sederet nama lainnya adalah korban kehausan kekuasaan, pemerintah tidak tahan kritik dan selalu melakukan pembenaran-pembenaran atas kekuasaannya.
Meskipun mendapat tekanan, 'pemenjaraan' , bahkan sampai pembakaran karya-karya mereka, hal ini tidak lantas menjadikan para sastrawan diam. Bahkan mereka semakin mendalami makna perjuangan dan rekusnya para penguasa. Hal ini akan terus menginspirasi generasi berikutnya untuk berani melawan kekuasaan yang menindas.
Revolusi dan sastra akan selalu beriringan. Sastra mengilhami terjadinya revolusi dan revolusi dapat menginspirasi lahirnya karya sastra.
*Didiklah rakyat dengan organisasi, dan didiklah pemerintah dengan perlawanan* (Pram)
baca juga: Kumpulan Puisi Chairil Anwar
Comments
Post a Comment